Perubahan iklim menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi dunia saat ini. Salah satu cara paling efektif untuk mengurangi dampaknya adalah dengan menurunkan jejak karbon. Jejak karbon adalah jumlah emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh aktivitas manusia, terutama karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan gas lainnya yang berkontribusi pada pemanasan global. Di Indonesia, sektor transportasi dan energi merupakan kontributor terbesar emisi gas rumah kaca, sehingga penting bagi kita untuk mengurangi jejak karbon demi menjaga keseimbangan iklim dunia.
Jejak karbon adalah total emisi gas rumah kaca yang dihasilkan langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia. Gas-gas ini, termasuk karbon dioksida, metana, dan nitrogen dioksida, dilepaskan ke atmosfer dan menyebabkan pemanasan global. Menurut Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), manusia berkontribusi secara signifikan terhadap peningkatan konsentrasi gas rumah kaca sejak Revolusi Industri. Oleh karena itu, mengurangi jejak karbon menjadi langkah penting dalam mengatasi krisis iklim global.
Jejak karbon yang besar berkontribusi terhadap peningkatan suhu global, yang dikenal sebagai pemanasan global. Pemanasan ini mengakibatkan berbagai bencana alam, seperti kekeringan, banjir, dan peningkatan permukaan air laut. Menurut laporan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Indonesia telah mengalami peningkatan frekuensi cuaca ekstrem akibat perubahan iklim, yang berdampak pada sektor pertanian, perikanan, dan ekonomi. Oleh karena itu, menurunkan jejak karbon adalah kunci untuk mengurangi dampak negatif ini.
Indonesia merupakan salah satu negara penyumbang emisi karbon terbesar di dunia. Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sektor energi menyumbang sekitar 43% dari total emisi karbon di negara ini. Sektor transportasi juga menjadi penyumbang utama, dengan penggunaan bahan bakar fosil yang intensif. Hal ini memicu pentingnya peralihan ke energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan, seperti tenaga surya, angin, dan biomassa.
Sektor energi di Indonesia sangat bergantung pada bahan bakar fosil seperti batu bara dan minyak bumi. Menurut International Energy Agency (IEA), lebih dari 60% pembangkit listrik di Indonesia masih menggunakan batu bara, yang menjadi salah satu penyebab utama emisi karbon dioksida. Oleh karena itu, transisi ke sumber energi terbarukan sangat penting untuk mengurangi jejak karbon negara ini. Penggunaan tenaga surya dan angin menjadi pilihan yang layak untuk masa depan yang lebih bersih.
Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan energi terbarukan. Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Indonesia memiliki potensi energi surya sebesar 207, 8 gigawatt (GW) dan energi angin sebesar 60, 6 GW. Namun, pemanfaatan sumber energi ini masih sangat minim. Pada tahun 2024, pemerintah menargetkan 23% dari total bauran energi berasal dari sumber energi terbarukan. Meski target ini ambisius, peralihan ini sangat diperlukan untuk menurunkan emisi karbon.
Sektor transportasi juga berkontribusi besar terhadap emisi karbon di Indonesia. Penggunaan kendaraan bermotor berbahan bakar fosil masih dominan, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya. Menurut data Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), transportasi menyumbang 23% dari total emisi karbon di daerah perkotaan. Untuk mengurangi emisi dari sektor ini, pemerintah Indonesia telah mendorong penggunaan kendaraan listrik dan transportasi umum yang lebih ramah lingkungan.
Pemerintah Indonesia telah menetapkan berbagai kebijakan untuk mengurangi emisi karbon. Salah satu langkah penting adalah Paris Agreement yang ditandatangani pada 2016, di mana Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi sebesar 29% pada tahun 2030. Selain itu, pemerintah juga merancang kebijakan energi terbarukan untuk mendukung peralihan ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan. Beberapa program seperti Green Sukuk dan insentif kendaraan listrik juga telah diluncurkan.
Teknologi memegang peranan penting dalam upaya pengurangan jejak karbon. Berbagai inovasi, seperti teknologi penyimpanan energi, panel surya efisiensi tinggi, dan kendaraan listrik, telah dikembangkan untuk mendukung transisi ke ekonomi rendah karbon. Di Indonesia, berbagai startup dan perusahaan teknologi sedang berupaya mengembangkan solusi ramah lingkungan. Contohnya, startup seperti Xurya dan Suryanesia berfokus pada pengembangan energi surya untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil.
Masyarakat juga memiliki peran penting dalam upaya mengurangi jejak karbon. Menurut Alvin Lie, seorang ahli energi dan lingkungan, langkah-langkah sederhana seperti menghemat listrik, menggunakan transportasi umum, dan mengurangi penggunaan plastik dapat memberikan dampak signifikan dalam jangka panjang. Alvin juga menekankan pentingnya edukasi masyarakat mengenai dampak dari aktivitas sehari-hari terhadap lingkungan dan pentingnya peralihan ke gaya hidup yang lebih berkelanjutan.
Beberapa negara maju telah berhasil mengurangi jejak karbon mereka secara signifikan. Misalnya, Denmark berhasil mengurangi ketergantungan pada energi fosil dengan memanfaatkan potensi energi angin. Sebagian besar energi listrik negara ini kini berasal dari turbin angin, dan mereka menargetkan menjadi negara netral karbon pada tahun 2050. Indonesia bisa belajar dari keberhasilan negara-negara ini dengan memanfaatkan potensi energi terbarukan yang melimpah.
Meski banyak inisiatif telah diluncurkan, Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan dalam mengurangi jejak karbon. Ketergantungan pada energi fosil, kurangnya investasi di sektor energi terbarukan, dan kurangnya kesadaran masyarakat masih menjadi hambatan utama. Selain itu, biaya transisi ke energi terbarukan masih relatif tinggi, yang menjadi tantangan bagi pemerintah dan sektor swasta dalam melakukan peralihan ke energi bersih.
Mengurangi jejak karbon merupakan langkah krusial dalam menjaga keberlanjutan planet kita. Indonesia memiliki potensi besar untuk mengurangi emisi karbon dengan memanfaatkan energi terbarukan dan memperbaiki infrastruktur transportasi. Diperlukan komitmen bersama antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat untuk mewujudkan transisi ini. Dengan langkah-langkah konkret, seperti peralihan ke energi terbarukan dan penggunaan kendaraan listrik, kita bisa mengurangi dampak perubahan iklim dan menjaga bumi tetap hijau.