Kisruh PMI: Dua Kepengurusan, Dua Tempat Pelantikan Simbol Kemanusiaan Sekarat

    Kisruh PMI: Dua Kepengurusan, Dua Tempat Pelantikan Simbol Kemanusiaan Sekarat
    Ilustrasi Lambang PMI dan Petir

    Palang Merah Indonesia (PMI) adalah institusi yang selama ini identik dengan misi kemanusiaan dan netralitas. Namun, pada akhir 2024, institusi ini justru menjadi sorotan bukan karena kerja-kerja kemanusiaannya, melainkan karena kisruh internal yang menyulut kontroversi: adanya dua pelantikan pengurus pusat dalam waktu yang hampir bersamaan, namun di tempat dan kubu yang berbeda.

    Pada Jumat, 20 Desember 2024, Jusuf Kalla (JK), Ketua Umum terpilih dalam Munas XXII PMI, melantik jajaran pengurus pusat di Markas Pusat PMI, Mampang Prapatan, Jakarta. Pelantikan ini dilaksanakan secara formal dengan protokol organisasi yang lazim. Sebelumnya, JK bertanya langsung kepada para calon pengurus tentang kesediaan mereka untuk dilantik. Jawaban tegas “bersedia” menjadi simbol legitimasi dalam prosesi tersebut.

    Namun, dua hari sebelumnya, pada Rabu, 18 Desember 2024, Agung Laksono, yang juga mengklaim sebagai Ketua Umum PMI, melantik jajaran pengurus versinya di sebuah hotel mewah di kawasan Senayan. Dalam siaran persnya, Agung menyatakan bahwa ia dipilih secara demokratis sesuai AD/ART organisasi oleh peserta yang dianggap memiliki hak suara.

    Netralitas yang Ternoda
    Kisruh ini menimbulkan pertanyaan mendasar: bagaimana sebuah organisasi yang berfungsi sebagai simbol solidaritas dan netralitas bisa terpecah? PMI adalah institusi yang selama ini berdiri di atas prinsip-prinsip kemanusiaan tanpa diskriminasi, melayani tanpa memihak. Ketegangan ini, sayangnya, menodai kepercayaan masyarakat terhadap organisasi tersebut.

    Dua kepemimpinan yang berjalan bersamaan menunjukkan adanya ketidakjelasan dalam proses pengambilan keputusan dan pembagian kewenangan di tubuh PMI. Masyarakat, yang menjadi penerima manfaat utama dari kerja-kerja PMI, kini justru menjadi saksi pertikaian internal yang tidak hanya memalukan, tetapi juga berpotensi melemahkan efektivitas organisasi dalam menjalankan misinya.

    Dampak pada Oprasional dan Kepercayaan Publik. Kisruh ini berpotensi mengganggu operasional PMI di berbagai daerah. Jika masing-masing kubu mengklaim legitimasi, maka konflik ini bisa menjalar ke tingkat daerah dan menghambat distribusi bantuan kemanusiaan. Hal ini berbahaya, terutama di tengah situasi di mana PMI sering menjadi garda terdepan dalam menangani bencana dan menyelamatkan nyawa.

    Selain itu, kepercayaan publik terhadap PMI sebagai lembaga yang bersih dan netral bisa terkikis. Bila masyarakat melihat organisasi ini lebih sibuk mengurus konflik internal dibandingkan tugas utamanya, maka dukungan moral, finansial, maupun sukarela bisa berkurang drastis.

    Solusi Jalan Menuju Rekomsiliasi.                              Untuk menghindari krisis yang lebih dalam, kedua belah pihak perlu segera duduk bersama, melibatkan pihak ketiga yang netral sebagai mediator. Mekanisme penyelesaian konflik harus berlandaskan AD/ART organisasi, bukan ambisi pribadi atau kelompok tertentu.

    Selain itu, publikasi dan transparansi dalam menyelesaikan konflik ini sangat penting. PMI bukanlah organisasi milik segelintir orang; ia adalah milik seluruh rakyat Indonesia. Karena itu, setiap langkah penyelesaian harus dilakukan dengan niat tulus untuk mengembalikan PMI ke jalur yang benar.

    Misi Kemanusiaan Harus Menjadi Prioritas.                  Di tengah situasi ini, kita harus mengingat bahwa PMI ada untuk misi yang jauh lebih besar daripada sekadar siapa yang memimpin. Para pemimpin PMI, dari kubu mana pun, harus ingat bahwa amanah rakyat untuk melayani kemanusiaan adalah tanggung jawab yang tidak boleh diselewengkan.

    Kisruh ini adalah ujian bagi PMI. Apakah organisasi ini mampu bangkit dan kembali menjadi simbol persatuan dalam solidaritas kemanusiaan? Ataukah akan tenggelam dalam konflik yang hanya menyisakan kepahitan? Semua itu tergantung pada kebijaksanaan para pemimpinnya. Mari berharap, PMI akan segera kembali menjadi satu—satu tujuan, satu visi, satu misi untuk kemanusiaan.(Airlangga)

    pmi ifrc kemanusiaan kisruh
    Tantular Airlangga

    Tantular Airlangga

    Artikel Sebelumnya

    Dualisme Kepemimpinan PMI : Perspektif Masyarakat...

    Artikel Berikutnya

    Korupsi RSUD Al Ihsan: Drama Rumah Sakit...

    Berita terkait